Powered By Blogger

Selasa, 21 September 2010

Tiga macam Pembatasan Kekuasaan Pemerintahan


Menurut Maurice Duvenger, ada tiga macam usaha untuk dapat melaksanakan pembatasan kekuasaan penguasa itu, yang masing-masing bergerak dalam lapangan yang tersendiri. Tiga macam usaha tersebut ialah :
1.              Usaha yang pertama ditunjukan untuk melemahkan atau membatasi kekuasaan penguasa dengan secara langsung. Di dalam usaha ini ada tiga macam cara umum dipergunakan, yaitu :
      a. Pemilihan para penguasa
    Pada waktu kita mempelajari atau membicarakan sistem pemerintahan demokrasi, kita telah                   mengetahui bahwa pemilihan para pengasa oleh rakyat yang akan diperintah, itu merupakan salah satu cara yang paling mudah dan praktis untuk melaksanakan dan mencapai maksud dari pada prinsip pembatasan kekuasaan penguasa. Tetapi yang demikian ini harus disetai syarat-syarat bahwa pemilihan itu harus betul-betus bebas dan beres. Kalau memang betul-betul demikian halnya ini akan memaksa para penguasa untuk memberikan pertanggung jawaban kepada rakyat. Dan pertanggung jawaban ini bukanlah sekedar pertanggung jawaban yang tidak ada sanksinya, melainkan pengertian pertanggung jawab di sini adalah pertanggung jawab politis, dengan sanksi yang bersifat politis juga, dan sanksi yang paling berat ialah : apabila kebijaksanaan penguasan itu tidak dapat diterima oleh rakyat, maka penguasa akan kehilangan kekuasaannya, dan ini berarti jatuhnya kekuasaan mereka. Tetapi apa bila penguasa itu mulai menyadari bahwa kekuasaan mereka itu sebenarnya mereka peroleh dari rakyat, dan mulai saat itu pula menyegani rakyat, maka ini adalah merupakan titik pangkal dari pada kebijaksanaan penguasa.
    Meskipun pemilihan ini sebenarnya tidak dapat terlepas dari kelemahan-kelemahan, ini tergantung dari system pemilihan dan sikap rakyat terhadap penguasa, namun pemilihan tetap merupakan suatu cara yang paling tepat dan tegas untuk membatasi kekuasaan penguasa.       
      b. Pembagian kekuasaan
    Ini juga dikemukakan oleh Maurice duverger sebagai salah satu cara yang baik untuk membatasi atau melemahkan kekuasaan penguasa, dengan maksud untuk mencegah agar para penguasa itu jangan sampai menyalah gunakan kekuasaanya atau bertindak sewenang-wenang dengan melebarkan cengkraman totaliternya atas rakyat. Dalam hal ini Maurice duvenger telah memperingatkan pula akan ajarana Montesquieu yang sangan termashyur, kemashyurannya ini disebabkan oleh karena ketegasan dari ajaran tersebut, yaitu : kekuasaan membatasi kekuasaan. Diperingatkan pula oleh beliau bahwa pembagian kekuasaan, hendaknya di pahami dalam pengertian yang luas, maksudnya tidak saja dalam arti pemisahan kekuasaan menurut tipe Trias politika klasik, yaitu bahwa kekuasaan negara itu dibagi dalam atau menjadi kekuasaan : legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang meskipun sudah barang tentu pengertian yang terakhir itu ada kebijakannya, yaitu dan ini terutama, sifat kebebasan kekuasaan peradilan dalam hubungannya dengan kedua kekuasaan lain, ini misalnya, dan terutama di Negara-negara Anglosaxon, sehingga para warga Negara terjamin betul terhadap pelanggaran-pelanggaran yang di lakukan oleh penguasa.
    Tetapi kita harus ingat akan adanya macam atau tipe pembagian kekuasaan lain yang lebih baik dari pada yang disebutkan di atas. Demikian misalnya, dan ini menurut para penganutnya system dwidewan yang dapat mencegah timbulnya pelanggaran yang mungkin timbul atau terjadi pada system satu dewan. Begitu juga misalnya system tripartisme. Sistem ini sangat terkenal di perancis pada tahun 1994 sampai 1947. System ini pada hakekatnya berarti : penyerhan kekuasaan kepada tiga partai terbesar yang turut di dalamnya pembagian sektor-sektor dalam lapangan usaha pemerintahan dan yang masing-masing itu di bawah pimpinan seorang presiden dewan mentri, tetapi yang sesungguhnya hanya merupakan lambing saja. Jadi sistem ini pada hakekatnya mencegah timbulnya diktaktor satu partai.
    Disamping itu ada juga pendapat bahwa sistem federralisme dan sistem desentralisasi dianggap sebagai cara-cara pembagian kekuasaan secara vertical, dan tidak menjurus kepada pembagian kekuasaan secara horizontal. Tetapi hal ini menurut Maurice Duvenger hasilnya akan sama sekali berlainan karena beliau menegaskan bahwa kehendak pengertian pembagian kekuasaan itu juga janganlah dicampur adukkan dengan pengertian pemisahan kekuasaan di dalam lapangan pengadilan, yang oleh beliau disebutkan kontrol yurisdiksional, dan ini merupakan cara yang ketiga di dalam usaha untuk membatasi atau melemahkan kekuasaan penguasa secara langsung.
      c. Kontrol yurisdikasionil
    Dengan ini yang dimaksudkan ialah adanya peraturan-peraturan hokum yang menentukan hak-hak atau kekuasaan-kekuasaan tersebut, dan yang semuanya itu pelaksabaabya diawasi  dan dilindungi oleh organ-organ pengadilan dari lembaga-lembaga lainnya dengan tujuan membatasi kekuasaan penguasa, melainkan juga terjadi pemberian kekuasaan kepada lembaga pengadilan untuk mengkontrol, mengatur serta  mengendalikan lembaga-lembaga politik dan lembaga-lembaga administrasi.
                                                         

                Suatu kontrol yurisdiksional yang sempurnah atau lengkap menurut Maurice Duverger harus meliputi dua hal, yaitu :
Pertama, kontrol atas syah tidaknya tindakan-tindakan badan eksekutif, agar dengan demikian tercegah timbulnya pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang. Suatu contoh adalah adanya kesempatan untuk mengadu kepada dewan Kehakiman Agung bilai terjadi kelalaian kekuasaan penguasa  atau pemerintha, hal yang demikian pernah terjadi di Perancis.
Kedua, kontrol agar undang-undang dan peraturan-peraturan hokum lainnya tidak menyimpang dari undang-undang dasar atau konstitusi. Ini adalah salah satu cara untuk menjaga agar parlemen, di maksudkan badan pembuat undang-undang, tidak melanggar ketentuan-ketentuan undang-undang dasar atau konstitusi, dan pernyataan hak-hak azasi warga Negara. Untuk ini sistem Amerika merupakan salah satu contohnya. Pula kontrol yang yang disebutkan terakhir ini kurang pentingnya dari pada kontrol yang disebutkan duluan. Lagi pula dengan tiadanya kontrol yang kedua ini pengertian undang-undang dasar sama sekali akan kehilangan azas-azasnya, dan yang akan menjadi rangkaian kata-kata saja yang tidak asa artinya sama sekali kalau tidak ada lembaga-lembaga yang mempertahankan dan menjaga kehormatan hokum tersebut.
2.            Usaha yang kedua untuk membatasi kekuasaan penguasa ialah : menambah atau memperkuat kekuasaan pihak yang di perintah. Jadi daya kesanggupan rakyat untuk menolak pengaruh-pengaruh dari penguasa itu ditambah atau diperkuat. Tentu saja pengaruh-pengaruh dari penguasa sini dalam arti pengaruh-pengaruh yang bersifat melemahkan rakyat.
                Sesungguhnya segala usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa itu hanya dilaksanakan selama masih ada pertentangan antara penguasa dengan rakyat yang diperintahnya, dan pertentangan itu selalu mencerminkan pokok sifat dinamika social. Untuk mencegah jangan samapai timbul atau terjadi penindasan dari pihak yang pertama terhadap pihak yang kedua, orang dapat melemahkan pihak yang pertama atau menambah kekuasaan atau kekuatan pihak yang kedua. Tetapi sesungguhnya kedua usaha tersebut perbedaannya tidak selalu terang. Pemilihan umpamanya, ini adalah salah satu cara dari usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa dengan melemahkan kekuasaan penguasa tersebut secara langsung. Tetapi sebaliknya ini juga merupakan salah satu cara dari usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa dengan menambah atau memperkuat kekuasaan rakyat yang diperintah.
                Salah satu cara yang disebut oleh Maurice Duverger yang menurut sifatnya memang herus dimasukkan ke dalam golongan usaha yang kedua ialah yang dinamakan kekuasaan pribadi. Dengan kekuasaaan pribadi ini dimaksudkan oleh beliau adalah semua lembaga yang diadakan dan dipimpin sendiri oleh warga Negara, maksudnya oleh rakyat, atau tegasnya oleh orang-orang yang diperintah itu sendiri, dan yang memberikan kesempatan kepada mereka untuk menentang kehendak Negara yang merugikan kesempatan kepada mereka yang menentang kehendak Negara yang merugikan rakyat. Ini misalnya, untuk jaman modern hak milik individual, perkumpulan-perkumpulan, serta pers, dan sebagainya, kesemuanya ini merupakan rintangan-rintangan besar buat pelaksanaan kekuasaan mutlak dari penguasa, karena dengan hal-hal itu kekuasaan rakyat yang diperintah menjadi bertambah kuat.
                Tetapi sayang sekali cara ini bersamaan dengan perkembangan tehnik produksi, condong kepada pengurangan kekuasaan pribadi secara berangsur-angsur, malahan penghapusannya sama sekali, dan yang pada gilirannya nanti berakibat pengurangan kemerdekaan dan otonomi para warga Negara secara langsung, dan ini yang paling membahayakan, timbulnya ancaman dari pembatasan kekuasaan penguasa secara tidak langsung, yang meniadakan alat-alat terkuat atau cara-cara terkuat yang dapat mencegah perluasan kekuasaan para penguasa. Untuk ini Maurice Duverger mengemukakan contoh klasik, yaitu keadaan Negara orang liliput dengan raksasa Gulliver sebagai rajanya.
                Sementara itu memang para warga Negara atu rakyat yang diperintah tidak sama sekali dilucuti kekuasaannya, oleh Karen ada prosedur demokrasi semi langsung yang member kepada rakyat suatu alat untuk mengambil suatu tindakan yang kaut di dalam mengahadapi penguasa. Pada umumnya pengertian demokrasi semi langsung ini haruslah dipelajari dalam hubungannya dengan sistem pemilihan para penguasa, sebab sistem ini terletak diantara sistem demokrasi langsung dengan demokrasi perwakilan atau demokrasi modern. Dalam sistem demokrasi langsung, rakyat sendiri secara langsung menjalankan kekuasaan di  dalam demokrasi perwakilan rakyat menyerahkan kekuasaannya kepada wakil-wakilnya untuk dilaksanakan, sedangkan dalam sistem demokrasi semi langsung rakyat membagi kekuasaannya kepada wakil-wakilnya, dalam arti bahwa rakyat dapat memaksa para penguasa dengan suara inisiatif untuk mengurus sesuatu hal maupun bahwa rakyat dengan hak referendum atau hak veto dapat menuntut untuk meretifisir dulu keputusan-keputusuan penguasa sebelum keputusan-keputusan itu dijalankan.
                Jadi dengan demikian jelas bahwa sistem demokrasi semi langsung yang dimaksud oleh Maurice Duverger itu tidak ada hubungannya dengan pemilihan para penguasa, dan bawa adanya persamaan antara demokrasi langsung, demokrasi semi langsung dan demokrasi perwakilan itu tidak bersifat azasi. Lagi pula sistem-sistem hak inisiatif, hak referendum dan hak veto itu tidak ada halangannya, jadi rapat dipergunakan atau dilaksanakan dalam suatu sistem pemerintahan autokrasi, dimana para penguasa itu terjamin kekuasaannya, misalnya oleh aturan-aturan keturunan. Sehingga dalam arti kata yang setepat-tepatnya demokrasi semi langsung kehilangan sifat demokrasinya.
                Menurut hemat saya, tepat jugalah apabila yang dikatakan oleh Maurice Duverger, bahwa yang menjadi tujuan pokok dari pada prosedur tersebut di atas adalah memberikan alat kepada para warga Negara untuk menjamin terlaksananya pembatasan kekuasaan penguasa. Oleh karena memang prosedur atau cara di atas dapat secara langsung menahan keputusan-keputusan penguasa. Negara yang pertama-tama mendapatkan dan kemudian mengembangjan prosedur tersebut, kita dapat mempelajari pelaksanaannya di dalam praktek ketatanegaraan swiss.
                Tetapi bagaimana juga suatu sistem atau cara itu tidak dapat terlepas dari keberatan-keberatan tertentu. Adapun keberatan-keberatan sistem di swiss, yaitu sistem referendum, adalah :
      1.  Sistem tersebut lambat jalannya.
      2.  Sistem tersebut di dalamnya mengandung kecenderungan untuk menimbulkan semangatnya di mana-mana rakyat selalu mencurigai hal-hal baru.
      3.  Kelemahan yang paling berat ialah adanya resiko timbulnya sikap rasa bodoh di kalangan rakyat  pemilih apabila terlalu sering diadakan pemungutan suara, baik itu pemungutan suara untuk referendum obligator dan untuk referendum fakultatif.
3.            Usaha yang ketiga di dalam melaksanakan pembatasan kekuasaan penguasa, dapat juga dipertimbangkan suatu usaha untuk mengendalikan, kelaliman-kelaliman pihak penguasa dari masyarakat atau Negara yang satu, terhadap masyarakat atau Negara yang lain, dengan mengusahakan adanya semacam intervensi ini harus di laksanakan secara timbal-balik. Jika tegasnya diadakan pengawasan secara timbal-balik. Usaha ini disebut : pengendalian atau pembatasan secara federalisme. Ini pada azasnya terjadi pada pembatasan penguasa, oleh penguasa-penguasa lain di dalam menjalankan kekuasaan atas bangsa yang dikuasainya. Usaha ini dapat dibedakan dalam dua cara.
            1. Pembatasan kekuasaan penguasa secara federalism yang bersifat intern, atau dalam Negara
            2. Pembatasan kekuasaan penguasa yang diselenggarakan oleh pengawasan internasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar